The Virgin Suicides

No: 035
Judul Asli: The Virgin Suicides
Penulis: Jeffrey Eugenides
Penerjemah: Rien Chaerani
Penerbit: Dastan Books
Tgl Terbit: Cet. 4, Februari 2009
Ukuran:  352 hlm; 12,5 x 19 cm
Tgl beli: Tahun 2011 di FJB Kaskus
Rating:  1/5

Ketika Mereka Memilih Mati

Kali pertama saya membaca buku ini saya mengalami “gagal paham.” Ketika saya melihat buku ini masuk daftar “1001 Books You Must Read Before You Die” saya terkejut setengah hati. Jangan-jangan karena kapasitas otak yg mepet jadi ga bisa memahami buku sebagus ini. Jadi saya coba untuk baca ulang buku ini, siapa tahu kali kedua saya lebih beruntung.

Buku ini bercerita tentang keluarga Lisbon yg tinggal di kota Groisse Ponte, Michigan pada awal tahun 1970-an. Suami istri Lisbon adalah pasangan yg sangat religius, Ronald Lisbon, sang kepala keluarga bekerja sebagai guru di SMA setempat, sedangkan istrinya seorang ibu rumah tangga biasa. Mereka memiliki lima anak perempuan, Therese (17), Mary (16), Bonnie (15), Lux (14), dan Cecilia (13). Kehidupan mereka berjalan biasa-biasa saja, nyaris tanpa konflik berarti. Pasangan Lisbon mendidik kelima putrinya dengan sangat keras, mengawasi dan membatasi pergaulan mereka.

Pada suatu pagi di bulan Juni saat musim lalat sedang terjadi, Cecilia ditemukan tak sadarkan diri saat tengah berendam dalam bak mandi dengan pergelangan tangan berlumuran darah. Cecilia mencoba bunuh diri. Sayangnya kali ini Cecilia gagal.

Sejak kejadian itu Mr. Lisbon sedikit melonggarkan aturannya, Butch, anak laki-laki yg biasa memotong rumput, diijinkan masuk ke dalam rumah untuk mengambil air minum. Dan dua minggu setelah Cecilia pulang ke rumah, Mr. Lisbon mengadakan pesta untuk mengembalikan keceriaan putri-putrinya dan melupakan “kecelakaan kecil” yg menimpa Cecilia dengan mengundang anak laki-laki tetangga mereka.

Seperti sudah diduga, pesta berlangsung sangat membosankan. Tidak ada keramaian, tidak ada hingar bingar musik, tidak ada gentong bir yg didinginkan dengan es di bak mandi, tidak ada suara muntahan, tidak ada apa-apa. Sepi!!!

Karena bosan, Cecilia mohon ijin untuk naik ke kamarnya. Saat pesta baru mulai memanas, terdengar suara benda jatuh menimpa pagar yg mengelilingi rumah itu. Mrs. Lisbon berteriak, “Ya Tuhan.” Mr. Lisbon lari keluar rumah disusul Mrs. Lisbon, dan yg lainnya. Cecilia menjatuhkan diri dari lantai atas, tubuhnya menancap di pagar.

Seperti penyakit menular, satu tahun kemudian putri keluarga Lisbon yg lainnya bergantian melakukan bunuh diri. Hanya satu dari mereka yg berhasil selamat, meskpun pada akhirnya ia berhasil menemukan kematiannya sendiri.

Oke, kali ini saya cukup berhasil dengan buku ini. Sebetulnya buku ini mengusung tema yg menarik, sebuah keluarga dimana kelima putrinya memilih mati dengan bunuh diri. Pasti anda bertanya-tanya, seperti saya juga, wih… kenapa nih? Kok bisa satu keluarga bunuh diri semua. Penasaran kan?

Sayangnya novel ini terkesan biasa saja dan datar. Tidak ada konflik yg menjadi pemuncak cerita. Bentuk penulisan yg cukup unik yaitu dalam bentuk laporan investigasi, yg seharusnya bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi buku ini, tertutup oleh pemilihan orang pertama yg biasanya tunggal menjadi jamak. Memang hal ini mengindikasikan kalau penyelidikan dilakukan oleh beberapa orang sekaligus. Tapi ketidak jelasan siapa “kami” yg tengah bertutur ini membuat saya tidak nyaman.

Dari segi cover buku ini terbilang “berhasil.” Yah, berhasil menipu saya maksudnya. Sinopsis di sampul belakangnya jg cerdas, membuat saya ingin cepat-cepat memecahkan misteri yg terjadi pada keluarga Lisbon. Pemilihan font yg besar dan spasi yg cukup membuat buku ini enak dibaca. Saya juga suka dengan desain grafis kupu-kupu yg ada didalamnya.

Misteri kematian putri-putri keluarga Lisbon tetap tidak terpecahkan sampai akhir cerita, namun saya mencoba mereka-reka sebuah kemungkinan. Dugaan saya adalah karena kungkungan dan penerapan disiplin yg terlalu berlebihan. Hal ini membuat mereka terkucil dari dunia luar, sementara manusia bagaimanapun juga membutuhkan sebuah ikatan sosial yg bisa memberikan mereka alasan untuk hidup.

Memang tidak ada bukti kuat yg menunjukkan bahwa tindakan keras pasangan Lisbon lah yg telah mendorong putri-putrinya untuk bunuh diri, tapi ada baiknya jika hal ini dijadikan pelajaran berharga bagi para orang tua dalam mendidik anak-anak mereka. Yang membuat mereka berarti. Karenanya

Secara keseluruhan saya menilai buku ini memiliki kemasan yg bagus sayang gagal menyampaikan isi ceritanya.

Note:
– Buku ini termasuk dalam “1001 Books You Must Read Before you Die”


“Mereka hanya hidup dua puluh empat jam.  Mereka menetas, mereka bereproduksi, lalu mati. Mereka bahkan tak sempa makan.” – p. 11