Ooouuuwww!!!

No: 063
Judul : Pintu Terlarang
Pengarang: Sekar Ayu Asmara
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit : Juli 2009
Cetakan: Kesatu
Bentuk Buku: Novel
Jenis buku: Fiksi Thriller Psikologis
Ukuran Buku: 13,2× 20,8 cm
Banyak halaman: 264 halaman
Desain & Ilustrator: Sekar Ayu Asmara
Harga buku : Rp 20.000,-
ISBN-10: 979-22-4908-7
ISBN-13: 978-979-22-4908-8
Rating: 3/5

Tanpa bermaksud mengesampingkan karya Tara Zagita yg dulu sekali pernah saya gandrungi, saya akan bilang bahwa ini kali pertama saya membaca sebuah cerita fiksi bergenre thriller, karya anak negri pula, yg ceritanya cadas abis, keren. Two thumbs up.

Ada tiga kisah utama di dalam buku ini yg saling terpisah. Yg pertama adalah kisah aku, seorang anak kecil berusia 9 tahun yg terus menerus disiksa secara fisik dan mental oleh kedua orang tuanya. Kisah kedua bercerita tentang Gambir, seorang pematung yg tengah menapaki kesuksesan. Sosok Gambir digambarkan sebagai seorang suami yg takut kepada istrinya. Sedangkan kisah ketiga, adalah tentang Pusparanti seorang jurnalis yg sedang meliput kisah kehidupan seorang pasien di rumah sakit kejiwaan.

Sepintas lalu memang sepertinya tidak saling berhubungan ya, tapi ada benang merah yg menghubungkan ketiganya, yaitu Pintu Terlarang. Sebuah pintu yg dari awal ditekankan oleh Talyda, istri Gambir, untuk tidak dibuka atau semuanya akan musnah. Suara sipakah yg sering Gambir dengar dari balik pintu? Rahasia apakah yg disembunyikah oleh Talyda?

Selama membaca buku ini, emosi saya naik turun. Lebih sering ngerasa jengkel dan geram, karena kok ya nggak ada orang yg bener dalam buku ini, semuanya jahat. Cuma kepada Akulah saya merasa merasa kasihan dan bersimpati.

Sebuah cerita yg sebenarnya sangat sederhana, namun karena diolah dalam sebuah plot yg sangat bagus hasilnya adalah sebuah cerita yg menarik. Sekar Ayu Asmara berhasil membawa kita jauh ke dalam dunia khayalan sang penderita penyakit kejiwaan. Kekurangan yg saya rasakan, adalah banyaknya paragraph yg diulang-ulang. Hampir pada setiap bab ada 2-3 paragraf yg diulang, hal ini membuat saya pengen ngebanting buku ini.  Mungkin hal ini disengaja untuk memberikan sebuah penekanan atau semacam brainwashing kali ya…

Oh iya ada satu bagian dalam satu buku ini yg sempat membuat saya kebingungan. Pada halaman 135, diceritakan Talyda tengah bertemu dengan seorang Photographer bernama Dion, dari percakapan mereka saya menangkap Dion ini adalah seorang wanita. Padahal dari awal cerita yg namanya Dion itu adalah seorang duda beranak satu. Usut punya usut ternyata Dion yg ini adalah karakter berbeda dengan Dion sebelumnya. Kenapa harus maksain pake nama yg sama yah?

Sebuah novel seperti apapun itu pastilah memiliki sebuah pesan yg berusaha disampaikan. Memang nggak mudah jadi orang tua itu, maksudnya sih mungkin mau memberikan pelajaran. Tapi karena caranya salah justru menyakiti mereka dan meninggalakan bekas jauh di dalam hati mereka. Sesungguhnya seorang anak adalah titipan dari Allah yg harus kita jaga, kita rawat dan kita didik sebaik mungkin. Tidak ada seorang anak pun yg lahir di dunia ini berlumuran dosa, kalaupun ada orang tuanyalah yg berbuat dosa. Kita tidak berhak menghukum mereka atas kesalahan yg telah kita perbuat, karena kita tidak akan pernah tahu apa yg akan terjadi pada anak tersebut kelak. Sungguh sebuah thriller psikologis yg sayang untuk dilewatkan.