Tofi: Perburuan Bintang Sirius

No: 061
Judul: Tofi: Perburuan Bintang Sirius (Trilogi Tofi #1)
Penulis: Yohanes Surya, Ellen Conny, Sylvia Lim
Desain dan Ilustrasi Cover:
Penerbit: Kandel
Genre: Fiksi – Science
Tahun Terbit:  Draft 2010
Tebal: 831 hlm
ISBN:
Rating: 4/5

Kira-kira apa yg akan terlintas di pikiran kalian semua saat mendengar nama Prof. Yohannes Surya? Pasti Matematika, Fisika, Olimpiade, Ilmuwan, Metode Gasing atau Mestakung. Tapi jangan salah, selain seorang ilmuwan Prof. Yohannes Surya ini ternyata jago juga nulis novel. Memang sih temanya ga jauh-jauh dari keahlian beliau, masih nyerempet-nyerempet soal matematika dan fisika. Tapi seorang profesor menulis novel, rasanya patut diapresiasi nih.

Seperti biasa saya mulai dari depan yah, dari sampul bukunya. Pertama kali melihat sampulnya saya sedikit under estimated. Kok gini sih? Coba saja perhatikan sampulnya baik-baik, tutuplah nama penulisnya. Kira-kira kalau nama Prof. Yohannes Surya di hilangkan, apakah kalian tertarik untuk membeli buku ini? Saya kok nggak ya. Karena bagi saya sampul buku itu ibarat halaman rumah yg akan menyambut para tamu, kalau halamannya aja udah menarik hati pastinya kita ingin melongok ke dalam rumahnya, minimal melirik deh. Nah sebagai halaman depan, sampul buku ini telah gagal menyampaikan kesan pertamanya. Sebagai catatan, pada saat saya menulis review ini buku resminya belum terbit dan asumsi saya covernya sama dengan cover yg saya terima sebagai first reader.

Tapi kan ada pepatah yg mengatakan don’t judge a book by it’s cover, jadi yuk kita liat isinya tentang apa sih buku ini sebenarnya?

Buku ini adalah bagian pertama dari Trilogi Tofi sebut saja demikian. Pada awal cerita kita akan dikenalkan pada sejumlah karakter yg banyak sekali. Tokoh utamanya adalah Tofi, seorang pemuda berwajah tampan dan menjadi idola di Odyssa College. Tofi dan kawan-kawannya tinggal di Pulau Kencana, sebuah pulau buatan (eh buatan bukan ya?) yg tertutup. Pulau ini memang menjadi basis para ilmuwan untuk melakukan riset dan mengembangkan teknologi yg tepat guna. Pokoknya disana itu canggih lah, sebut saja internet nirkabel, sepeda & sepatu nano, sphere (ponsel yg bisa menampilkan hologram), jaket yg bisa membersihkan diri sendiri, dll.

Nah pada saat cerita bergulir, anak-anak Odyssa College ini sedang mengikuti Olimpiade Science To Generation (STG) berhadiah uang tunai sebesar 25.000 USD. Peserta olimpiade kali ini ada 6 daerah yaitu: Jakarta, Bandung, Surabaya, Papua, Kalimantan Barat dan Pulau Kencana. Masing-masing daerah mengirimkan 5 orang putra-putri terbaiknya untuk mewakili daerah mereka masing-masing. Tofi, Billy, William, Rahul dan Marchia adalah 5 orang anak yg terpilih mewakili Pulau Kencana.

Olimpiade STG dibagi dalam tiga tahap, tim yg meraih nilai terendah akan tereliminasi. Persaingan antar tim berlangsung dengan ketat dan sengit. Tak pelak lagi mereka bahkan saling menjegal, melupakan kode etik ilmuwan yg seharusnya mereka junjung tinggi. Ditambah lagi ada sebuah konspirasi rahasia yg terus membayangi mereka. Tanpa disadari Tofi dan kawan-kawannya terseret ke dalam sebuah kasus lama, sebuah kasus yg sempat memakan korban seorang ilmuwan, sebuah kasus yg selama ini berusaha ditutupi oleh Prof. Yomosi, ayah Tofi. Sebuah kasus yg dikenal dengan nama Perburuan Bintang Sirius.

Sebuah buku yg sangat kental aroma sainsnya. Meskipun sarat dengan teori dan istilah-istilah ilmiah, saya tidak pernah merasa bosan. Penulis berhasil memasukkan unsur-unsur ilmiah ke dalam jalinan cerita, mulai dari karakter, lokasi, latar belakang hingga plot semua dikemas dengan rapi. Mengajari tapi tidak menggurui!

Munculnya dua sindikat rahasia Black Schole dan White Thole (semoga saya tidak salah tulis) semakin menambah ketegangan di dalam buku ini. Yg sedikit saya sayangkan adalah adegan perkelahian yg memakan korban. Gimana ya, agak sedikit terlalu sadis eh… Maksud saya sih jika buku ini ditargetkan untuk kalangan remaja ada baiknya sih adegan-adegan tersebut termasuk pemakaian senjata tajamnya diperhalus sedikit.

Kemudian masalah penggunaan bahasa. Yg saya rasakan buku ini kok EYD banget, bahasanya itu kaku dan kurang luwes dibaca (ah… perasaan saya saja barangkali ya?) Tapi beneran lho, saya tuh ngerasa lagi belajar bahasa Indonesia yg baik dan benar selama membaca buku ini 😀

Masih ada banyak typo yg saya temukan dalam buku ini dan ada beberapa kalimat yg saya rasakan janggal. Tapi mengingat buku ini adalah draft book saya rasa hal itu masih wajar. Harapan saya kekurangan-kekurangan tersebut telah diperbaiki saat edisi resminya diluncurkan pada tanggal 6 November nanti.

Secara keseluruhan saya suka dengan buku ini. Beberapa kekurangan yg saya sebutkan diatas masih bisa diperbaiki. Empat bintang bagi buku ini karena mencoba menampilkan sesuatu yg berbeda di tengah maraknya genre parodi, horror dan twitterature.