Sang Penghisap Darah

No: 055
Judul: Dracula Penghisap Darah
Judul Asli: Dracula
Penulis: Bram Stoker
Penerjemah: Olenka Munif
Penerbit: Narasi
Cetakan: ke-1; Tahun 2007
Ukuran:  160 hlm.; 11 x 18 cm
ISBN: 979-168-043-4
ISBN 13: 978-979-168-043-1
Rating:  4/5

Buku yg saya baca ini adalah simplified version dari buku Dracula karya Bram Stoker yg sebenarnya. Jadi sudah pasti banyak detil cerita yg terlewatkan oleh saya. Membaca buku ini saja yg tebalnya hanya 160 halaman dan selesai dalam waktu ±5 jam saya sudah merinding disko. Nggak kebayang klo harus baca buku aslinya yg konon kabarnya lebih seram dari Hantu Jeruk Purut.

Alkisah Jonathan Harker, seorang pengacara muda dari London diminta untuk mengatur segala permasalahan hukum yg berkaitan dengan rumah baru milik seorang Count. Jonathan diminta untuk datang ke kediaman sang Count di Transylvania untuk menjelaskan semuanya secara terperinci. Sejak mengutarakan niatnya untuk pergi kesana, Jonathan sering bermimpi buruk. Pemilik losmen tempat ia menginap bahkan memohon supaya Jonathan tidak pergi kesana dan membekalinya dengan salib perak kecil saat tahu Jonathan tidak akan merubah keputusannya.

Count Dracula menyambut kedatangan Jonathan dengan ramah dan menjabat tangannya. Jabatan tangan yg sekuat baja dan sedingin es hampir seperti orang mati, demikian pikiran Jonathan. Ditambah lagi aroma aneh yg menguar yg membuatnya ingin muntah. Count kemudian mempersilahkan Jonathan untuk menikmati hidangan yg sudah disediakan. Anehnya ia tidak ikut makan hanya menemani, “Kebiasaan makanku agak… tidak biasa,” begitu dalihnya.

Keanehan demi keanehan dialami Jonathan selama tinggal di puri. Karena keingin tahuannya yg besar, Jonathan berjalan-jalan mengelilingi puri. Ruangan demi ruangan, kamar demi kamar hingga ia tersadar bahwa dirinya sudah masuk ke dalam perangkap. Ia terjebak di dalam puri seorang diri, sementara sesuatu yg gelap dan jahat terus mengintai mengincar nyawanya. Dari dalam kamarnya ia bisa mendengar suara tawa yg rendah dan manis bercampur tawa kecil.

“Aku sendirian. Aku tidak pernah merasa seputus asa ini dalam hidupku, karena aku mengetahui aku ditinggal sendiri di sini sebagai mangsa…”

Sementara itu di Inggris, Mina Murray, tunangan Jonathan, yg tengah berkunjung ke rumah temannya, Lucy Westenra, mengalami serangkaian kejadian aneh. Bermula dari kedatangan kapal tak berawak yg dikemudikan oleh sesosok mayat. Kapal bergoyang-goyang, terombang-ambing ombak dan akhirnya menghantam bibir pantai, bilah kayunya bergetar dan deknya terbelah menjadi dua. Seekor anjing berwarna hitam pekat muncul dari kapal, matanya bersinar semerah darah dan memandang kejauhan ke arah Tebing Timur, areal pemakaman di dekat pantai.

Tak lama setelah kejadian tersebut dimulailah serangkaian serangan terhadap penduduk Inggris. Korban-korban berjatuhan termasuk Lucy, kesehatannya menurun secara perlahan dan wajahnya memucat seperti orang yg kehilangan banyak darah.  Beberapa hari kemudian kondisi Lucy semakin parah, kulit mukanya semakin melesak ke dalam hingga tulang-tulang wajahnya menonjol dan nafasnya tersengal-sengal. Prof. Van Helsing, seorang dokter dan juga ilmuwan yg dipanggil untuk memeriksa kondisi Lucy segera menyadari kejadian yg sesungguhnya tengah terjadi.

Prof. Van Helsing segera menyusun rencana untuk menyembuhkan Lucy. Dengan bantuan Arthur, tunangan Lucy, Mina dan Jack sahabat mereka, Prof. Van Helsing berpacu dengan waktu berusaha menemukan sarang Count Dracula dan memusnahkannya. Dan bagaimanakah dengan nasib Jonathan yg terjebak di puri Count Dracula?

Setelah cukup lama dijejali oleh sosok Vampire berkilauan ala Twillight, buku ini seolah-olah mengembalikan kesadaran saya. Bahwa sosok Vampire yg sebenarnya adalah sosok yg sangat kuat, bengis, kejam dan tak punya belas kasihan. Mereka berburu saat malam hari dan tidur di siang hari. Mereka menghisap darah korbannya yg masih muda dengan tujuan untuk mempertahankan kemudaan dan melipat gandakan jumlah mereka.

Berbeda dengan versi aslinya yg berupa kumpulan catatan harian, surat dan telegram orang-orang yg ada di dalam cerita, buku ini lebih mirip sebuah cerita pendek. Jalan ceritanya justru lebih mudah dipahami ketimbang versi aslinya yg sedikit membosankan karena alurnya yg lambat. Meskipun tidak banyak adegan kekerasan dan darah yg tertumpah kesan suram, gelap dan kengerian yg ada tetap dapat tersampaikan dengan baik.

Buku ini mungkin lebih cocok disebut sebagai buku saku, dengan tebal yg hanya 160 halaman dan ukuran 11 x 18 cm membuat buku ini nyaman digenggam dan dibaca dengan gaya apapun juga. Sayangya saya kurang suka dengan covernya, model dan efek Over Blurry membuat kelas buku ini turun setingkat dengan novel horror yg ngepop (apa yah maksud saya ini, kok malah jadi bingung? Maksudnya novel horror tapi ga serem sama sekali.)

Sosok Dracula ini berhasil membuat saya penasaran dan melakukan riset kecil-kecilan (padahal gogling doang ih!) Dan saya berhasil menemukan sebuah fakta yg cukup mengejutkan, bahwa saat menulis cerita ini Bram Stoker terinspirasi oleh sosok Dracula atau pangeran Wallachia, yg merupakan keturunan Vlad Dracul yg hidup pada periode akhir Perang Salib. Dracula merupakan salah satu panglima pasukan Salib yg terkenal sadis, kejam dan sangat biadab. Ia suka membakar hidup-hidup korbannya, memaku kepala mereka dan yg paling kejam adalah menyulanya. Konon kabarnya tulisan Bram Stoker ini sengaja dihembuskan untuk menutupi fakta untuk membelokkan sejarah tentang siapa sesungguhnya Dracula itu. Sebuah fakta yg membuat bulu kuduk saya meremang karena ngeri.

Empat Dara

No: 041
Judul Asli: Little Woman
Penulis: LouisE May Alcott
Penerjemah: Ny. Suwarni A.S.
Desain Sampul: Srianto
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tgl Terbit: Cet. 1, 1981
Ukuran:  137 hlm; 20 cm
Tgl beli: Juni 2012 di Radja Komik Bekas
ISBN: GM. 81.029
Rating:  5/5

Boleh pinjam jempolnya nggak?
Buat apa?
Buat ngerate buku ini
Kenapa nggak pake jempol sendiri?
Nggak cukupppp jempolku cuma empat sedang buku ini butuh lima jempol 😀

Buku ini bercerita tentang empat orang gadis yg masih bersaudara yaitu Meg 16 tahun, Jo 15 tahun, Beth 13 tahun, dan Amy 12 tahun dengan karakter yg sangat berbeda. Mereka tinggal bersama ibu mereka Bu March, sedangkan ayahnya pergi berperang. Sebagai saudara mereka saling mencintai sekaligus membenci satu sama lain. Mereka berjuang meraih mimpi di tengah hidup mereka yg susah.

Membaca buku ini seperti oase di padang pasir, atau minum segelas air dingin saat cuaca panas. Otak yg kadung jenuh dengan cerita cinta ala Twilight atau harapan yg memudar dalam dunia distopia seperti mendapat penyegaran saat membaca buku ini. Mungkin buat sebagian orang cerita ini terasa old fashion tapi justru disinilah letak kekuatannya. Tidak perlu pertumpahan darah atau makhluk yg tak bisa mati,  kesederhanaan dan keceriaan gadis-gadis March sudah lebih dari cukup.

Lantas dimana bagusnya? Hah… garuk-garuk kepala dulu, mikir… Mungkin karena banyak pesan moral yg bisa diambil dari buku ini, misalnya saja keinginan untuk membantu orang lain meskipun hidup kita sendiri tidak berlebih, menjaga tali persaudaraan dan tetap menjadi diri sendiri. Dan sebagai orang tua saya juga banyak belajar dari Bu March, bagaimana caranya menjadi orang tua yg bijaksana, bagaimana caranya mencintai sekaligus mendidik anak-anaknya. Eh… apa lagi ya?

Kekurangannya, alur dalam buku ini terasa meloncat-loncat. Selidik punya selidik, buku ini adalah versi ringkas dari buku Little Woman. Banyak detil cerita yg hilang, sayang sekali :(. Dan kalau saya tidak salah (berhubung saya belum membaca versi aslinya) ending cerita buku ini mengambil cerita dari buku kedua “Good Wives.”

Saya menanti kesempatan untuk membaca buku ini versi Serambi, karena jumlah halamannya lebih tebal harapan saya buku ini diterjemahkan secara lengkap dari versi aslinya :D.

    

Anda juga bisa membaca kedua buku ini dalam bahasa Inggris secara online disini: http://www.bibliomania.com atau kalau lebih suka membaca ebook, bisa mengunduh dari: http://www.gutenberg.org/ebooks/514 buku ini termasuk cerita klasik yg sudah free share.

Jadi penasaran kalau buku free copyright gitu, penerbit yg mau terjemahin tetep bayar royalti ga yah? Kalau iya bayarnya ke siapa ya?

Note:
– Buku ini termasuk dalam “1001 Books You Must Read Before you Die”


“Hari Natal tidak ada artinya, tanpa hadiah-hadiah.” – p.3

“Sayang, janganlah biarkan matahari terbenam membawa kemarahanmu. Kita harus saling memaafkan, saling membantu, dan memulai hari baru esoknya.” – p.30

“Tentu aku ingin agar kalian baik dan cantik; dan aku ingin kalian berumah tangga dan berbahagia, karena yang terbaik bagi seorang gadis adalah kawin atas kehendak sendiri dan berbahagia.” – p.42

“Aku masih memilikmu dengan selamat, Anakku, dan aku akan tetap memilikimu sekarang.” – p.88

“Aku tak punya kekayaan apa-apa, dan aku tidak lagi remaja. Aku tak punya apa-apa kecuali cintaku yang dapat kuberikan kepadamu.” – p.137

Revenge is a Dish Best Served Cold

No: 033
Judul Asli: Le Compte de Monte Cristo
Penulis: Alexandre Dumas
Diterjemahkan dari edisi Bhs. Inggris:
The Count of MonteCristo terjemahan Lowell Blair
Penerjemah : Ermas
Desain Sampul: A. Wakidjan
Penerbit: Pustaka Jaya
Tgl Terbit: Cet. 1, 1980
Ukuran: 790 hlm; 17 cm
Tgl beli: pinjam @banditodemarco
Rating:  5/5

Kurang lebih lima atau tujuh tahun yg lalu salah seorang teman “dekat” saya menyarankan saya untuk membaca buku Count of Monte Cristo. Teman saya itu tidak mau mengatakan apa-apa saat saya bertanya itu buku apa? Tentang apa? Dia hanya tersenyum dan berkata: “Baca saja.”

Sejak saat itu saya menjadi terobsesi dengan buku ini. Apa sih isinya? Kenapa teman saya sangat menekankan kepada saya untuk mencari dan membaca buku ini? Apa yg menarik di dalamnya? Rasa penasaran saya sedikit terobati pada tahun 2002, saat buku ini di filmkan dengan judul: THE COUNT OF MONTE CRISTO dalam film ini Monte Cristo diperankan oleh Jim Caviezel.

Mungkin anda pernah mendengar pepatah dalam bahasa asing seperti ini: “revenge is a dish best served cold” yg artinya jika saya tidak salah adalah sebuah pembalasan dendam yg sempurna adalah pembalasan dendam yg dirancang pada saat kita tidak lagi dikuasai oleh emosi, direncanakan dengan sangat hati-hati dan dilakukan secara perlahan dalam waktu yg cukup lama. Singkatnya dingin dan tanpa hati.

Itulah gambaran yg rasa rasa paling cocok bagi keseluruhan cerita ini.

Sayangnya sejak melihat film tersebut, obsesi saya akan buku ini bukannya berkurang malah makin meningkat. Nek film-e wae apik banget, mestine bukune luwih apik meneh. Jadi saya sangat berterimakasih kepada @banditedemarco yg telah rela meminjamkan buku ini kepada saya tanpa batas waktu.

The Count of Monte Cristo menceritakan kisah hidup Edmond Dantes, 19 tahun, jurumudi pertama dari kapal bertiang tiga Le Pharaon. Saat dalam perjalanan pulang ke Marseilles, kapten kapal Le Pharaon, Kapten Lecrece jatuh sakit dan meninggal dunia. Sebelum meninggal sang kapten berpesan kepada Dantes supaya singgah di Pulau Elba dan mengantarkan sebuah bungkusan kepada Marsekal Bertrand. Saat menyerahkan paket tersebut, Dantes bertemu dengan Sang Kaisar dan dititipi sebuah surat untuk disampaikan kepada pendukungnya di Marseilles.

Kematian Kapten Leclere memberikan keuntungan bagi Dantes, sebagai jurumudi pertama secara otomatis dia berhak mengambil alih kepemimpinan di kapal. Dan karena Dantes memiliki kepribadian yg baik, jujur dan cekatan, Tuan Morrel (pemilik kapal) memilihnya sebagai kapten kapal Le Pharaon yg baru. Dengan perasaan senang, Dantes berpamitan pada Tuan Morell untuk menemui ayahnya dan mengambil cuti untuk menikahi Mercedes, tunangannya.

Hal ini menimbulkan perasaan iri di hati Tuan Danglars, kepala tata usaha kapal Le Pharaon. Tuan Danglars bekerja sama dengan Fernand Mondego (sepupu Mercedes) yg juga mencintai Mercedes, dan Caderousse (tetangga) yg iri akan nasib baik Dantes. Mereka bertiga menciptakan plot untuk menjatuhkan Dantes. Mereka mengirim surat keada Jaksa Penuntut Umum yg isinya mengesankan bahwa Dantes adalah pendukung Napoleon dan seorang mata-mata yg berbahaya. Atas dasar surat pengaduan tersebut Dantes ditahan dan digelandang ke kantor polisi tepat pada saat hari pernikahannya.

Karena Jaksa Penuntut Umum sedang tidak ada di Marseilles, wakilnya Tuan de Villefort yg menggantikan. Ia meminta surat titipan yg dibawa Dantes dan memeriksanya. Selepas membaca surat tersebut, mulut Tuan de Villefort terkunci rapat dan tubuhnya gemetar. Ia meminta Dantes bersumpah untuk tidak mengatakan apapun soal surat tersebut. Tuan de Villefort bersimpati kepada Dantes dan berjanji akan membantunya, lalu ia memerintahkan Komisaris Polisi untuk membawa Dantes pergi.

Berharap bisa segera dibebaskan dan menemui tunangannya Mercedes, Dantes malah langsung dikirim ke Puri If, penjara yg tersohor mempunyai tradisi kekejaman selama berabad-abad. Disana ia ditempatkan di penjara bawah tanah yg lembab dan dingin. Bertahun-tahun mendekam di tempat itu telah membuat harapan Dantes pupus, untunglah ia bertemu dengan Abe Faria, seorang pastor yg lebih dulu dipenjara disana. Dari pastor inilah harapan Dantes tumbuh kembali. Setiap hari, Dantes mengawali harinya dengan bersumpah untuk membalaskan dendamnya kepada musuh-musuhnya. Dirancanglah sebuah plot yg paling sempurna dan mematikan.

Seperti pepatah yg sudah saya kutip diatas, Dantes telah merancang degan cermat aksi balas dendamnya. Namun Dantes tidak turun tangan sendiri, ia hanya membuka jalan dan menyebar umpan disana-sini, karena sejatinya ia masih menyisakan sedikit pengampunan bagi musuh-musuhnya. Ketamakan dan ketakutan mereka sendirilah yg membawa mereka pada kematian.

Puas!!! Itulah perasaan saya saat selesai membaca buku ini. Pantas klo buku ini masuk dalam jajaran cerita klasik sepanjang masa, rentang waktu puluhan tahun sejak buku ini diterbitkan tak membuatnya usang. Tidak pula menjadi bosan jika dibaca berkali-kali. Ceritanya memikat, alurnya tertata dengan rapi. Tidak perlu risau dengan banyaknya tokoh yg bermunculan, baca saja terus… karena seperti menyusun sebuah puzzle semua akan terlihat indah diakhir cerita.

Buku yg ada ditangan saya ini adalah buku terbitan Pustaka Jaya, cet. 1 tahun 1980. tebal 790 halaman dengan font kecil dan spasi sedikit rapat. Buku ini sudah sulit didapatkan dipasaran. Tapi bagi yg ingin membaca cerita ini bisa mencari versi Bentang yg terbit thn 2011. Kabarnya terjemahan yg beredar di Indonesia adalah versi ringkas dari buku aslinya yg setebal 1276 halaman dalam 173 bab. Dalam versi aslinya diuraikan secara detil metamorfosa Dantes menjadi Monte Cristo, juga langkah-langkah yg dia ambil untuk membalas dendam. Hmm, jadi tak sabar ingin membaca versi aslinya. Ebook sudah ditangan, tunggu apa lagi 😀

Note:
– Hubungan antar tokoh dalam buku ini bisa dilihat disini
– Buku ini termasuk dalam “1001 Books You Must Read Before you Die”


“Ya, kita semua tidak ada yg abadi.” Kata pemilik kapal. “Lagipula yg tua mesti memberi jalan bagi yg muda-muda. Bila tidak demikian tak mungkin ada kemajuan bagi yg muda-muda.” – p.7

Siapakah yg berbicara tentang Tuhan dan putus asa dalam satu tarikan napas?” -p. 77

Terkutuklah mereka yg menjebloskanku ke dalam lubang penderitaan itu dan mereka yg lupa bahwa aku pernah di dalamnya. – p. 175