Lucia, Lucia

No: 046
Judul: Lucia, Lucia
Penulis: Adriana Trigiani
Desain Sampul: Marcel A.W.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tgl Terbit: Cetakan ke-1, Mei 2007
Ukuran:  408 hlm.; 20 cm
Tgl beli: pinjam @daninoviandi
ISBN 10: 979-22-2857-8
ISBN 13: 978-979-22-2857-1
Rating:  2/5

Buku cantik ini bercerita tentang kisah cinta Lucia Sartori, anak perempuan dari pasangan Antonio dan Maria Sartori. Warga keturunan Italia yg tinggal dan menetap di Amerika. Lucia adalah seorang gadis cantik yg sangat berbakat dalam hal busana. Ia bekerja sebagai penjahit di salah satu departemen store ternama. Tugasnya adalah membuat baju-baju pesanan yg ekslusif. Lucia memiliki ambisi menjadi wanita karir dan memiliki butik sendiri.

Lucia hampir menikah dengan kekasihnya, Dante, anak pemilik sebuah toko roti yg sama-sama keturunan Italia. Setelah menikah, Lucia berniat untuk terus bekerja dan meraih mimpinya. Lucia  berpendapat menikah bukanlah penghalang bagi karirnya. Sayangnya keputusan itu ditentang oleh Claudia, calon ibu mertuanya yg masih memegang teguh tradisi leluhurnya. Menurut Claudia, seorang wanita yg sudah menikah harus menjadi ibu rumah tangga dan mengurus keluarga. Tentu saja hal ini ditolak oleh Lucia dan memilih membatalkan pertunangan mereka.

Tak lama kemudian, Lucia bertemu dengan John Talbot, seorang pengusaha warga negara Amerika. Penampilan Talbot yg sangat tampan, kaya dan memikat segera menarik hati Lucia. Tidak hanya Lucia, hampir semua keluarga Lucia telah jatuh hati kepada Talbot yg pandai membawa diri dan terlihat sangat memuja Lucia.

Hanya satu orang yg menentang hubungan mereka. Antonio, ayah Lucia merasa Talbot bukanlah orang yg tepat untuk Lucia. Instingnya mengatakan ada yg salah dengan Talbot, tapi apa? Antonio tidak berhasil menemukan kekurangan Talbot. Sampai hari pernikahan Lucia tiba.

♥♥♥

Buku ini termasuk buku “Tricky Cover” maksudnya, cover bukunya yg cantik plus embel-embel kalimat “Karya Penulis Best Seller Internasional” telah berhasil menipu saya untuk membacanya. Buruk-buruk amat juga nggak sih, cuma terlalu standar temanya. Seorang gadis cantik, berasal dari kaum urban, jatuh cinta lantas dikhianati tapi bisa bangkit lagi dan survive.

Hampir tidak ada konflik yg terjadi sepanjang buku ini. Bagi orang yg tidak suka membaca kisah drama percintaan seorang perempuan tua, pasti akan langsung meletakkan buku ini. Sangat membosankan. Oleh karena itu diperlukan kesabaran untuk melahap habis buku ini.

Standar bukan berarti tidak ada pelajaran yg bisa diperoleh dari buku ini. Lewat buku yg tidak terlalu tebal ini sedikit banyak saya bisa belajar kebudayaan Italia, bahasanya, dan beberapa resep masakan yg ada didalamnya. Meskipun resepnya susah dipraktekkan.

Yakuza Moon

No: 044
Judul: Yakuza Moon
Penulis: Shoko Tendo
Penerbit: Gagas Media
Tgl Terbit: Cetakan ke-5, 2009
Ukuran:  252 hlm.; 14 x 20 cm
Tgl beli: 060612 di TB. Leksika KC
ISBN: 979-780-268-X
Rating:  4/5

Wow… ada Yakuza Moon di buku murah TB. Leksika KC.
Memang bukunya bagus?

Hehehe nggak tau lah, kan belum baca.
Lha terus kenapa dibeli?
Hah! Masih tanya kenapa? Ga liat covernya sekeren ini?

Yah… saya memang punya satu kelemahan soal buku, yaitu cover buku. Selama covernya itu indah, artistik, keren, wah, dsb. masalah isi jadi nomer sekian bagi saya. Seperti buku ini. Sebaliknya niat saya untuk membeli sebuah buku yg sudah lama ditunggu bisa lenyap begitu saja gara-gara covernya yg nggak banget.

Jadi mari kita bahas terlebih dahulu mengenai cover bukunya. Pada bagian belakang buku anda bisa melihat sosok sang penulis, Shoko Tendo. Apa pendapat anda? Cantik dan stylish sekali kan? Tapi tunggu sampai ia membuka bajunya. Pasti pikirannya langsung pada ngeres nih… bukan itu maksud saya. Saat Tendo membuka bajunya anda pasti akan terkejut dibuatnya, karena tubuh Tendo dipenuhi tato. Yah… sosok perempuan yg ada di sampul buku ini adalah sosok Tendo, sang penulis buku ini sendiri.

Sekarang perhatikan gambar tatonya. Artistik dan sangat indah. Buat sebagian orang tato adalah sesuatu hal yg tabu. Tapi bagi saya tato tetaplah sebuah karya seni, hanya medianya yg berbeda. Tapi klo ditanya, “Apakah anda ingin punya tato?” Emm… tunggu dulu, saya memang menikmati tato tapi bukan berarti saya ingin memilikinya. Ah… basi sekali saya.

Awalnya saya mengira buku ini adalah sebuah karya fiksi, ternyata saya salah. Buku ini adalah autobiografi dari Shoko Tendo. Seorang perempuan yg lahir dan besar di keluarga Yakuza. Kalau anda berfikir jadi Yakuza itu keren dan hebat, maka buku ini akan membuka mata anda. Menjadi Yakuza tidaklah sehebat sangkaan saya selama ini, meskipun hidup mereka bergelimang kemewahan bagi orang Jepang sendiri anggota Yakuza hanyalah warga kelas dua, orang buangan.

Tendo tumbuh dalam situasi penuh tekanan dari lingkungannya. Hinaan, cercaan dan perlakuan kasar dari teman sekelasnya jadi makanan sehari-hari. Kehidupan semakin sulit saat ayahnya harus masuk penjara dan mengalami kebangkrutan. Sifat ayahnya berubah drastis menjadi kasar dan suka mabuk-mabukan. Hal ini mendorong Tendo untuk memberontak dan memilih menjadi Yanki, berandalan yg mengecat rambutnya dengan warna putih, berdandan menor, nge-fly dengan menghirup thinner dan doyan kebut-kebutan dengan mobil balap yg dibuka knalpotnya.

Seperti lazimnya anak berandalan, ujung-ujungnya mereka akan terjerat pada narkoba dan seks bebas. Begitupun dengan Tendo yg pada akhirnya kecanduan dengan zat Amfetamin dan menjadi budak seks para lelaki. Tendo jatuh dari satu lelaki ke lelaki lainnya, sebagai wanita simpanan yg kadang memperlakukannya dengan sangat kejam.

Perubahan pada diri Tendo mulai terjadi saat ia memutuskan untuk mentato tubuhnya. Saat melihat Tendo, sang maestro menyarankan untuk mentato tubuh Tendo dengan sebuah gambar yg hebat.

“Ini Jigoku Dayu. Ia pelacur kelas atas di era Muromachi. Ia tokoh nyata, dan tinggal di Sakai sini. Para perempuan ini hidup di tempat-tempat pelacuran, bekerja sampai mereka bisa menebus diri mereka, atau menarik perhatian seorang tuan yg bisa membebaskan mereka. Itu kehidupan yg keras.” – p.149

Dan sosok Jigoku Dayu seolah-olah melebur dalam diri Tendo, meminjamkan sedikit kekuatannya.

“Ketika aku melihat tato indah itu, perasaanku dipenuhi oleh suka cita yg tak pernah kualami sebelumnya. Aku merasa seperti menemukan kebebasanku.” – p.151

Dalam karya pertamanya ini Tendo tampil dengan cerdas. Gaya berceritanya yg blak-blakan, jujur dan cenderung vulgar namun tidak lantas menjadi saru berhasil membuat saya ikut merasakan kerasnya, putus asa, perihnya luka, rasa sakit, kesedihan dan semangat yg dialami Tendo. Rangkaian kata demi kata tersusun dengan sangat apik, membuat saya enggan melepaskan buku ini sebelum menghabisinya. Meskipun saya merasa ada beberapa bagian yg tidak diceritakan dengan detil dan terkesan diperhalus, lebih dari cukup buat saya dan seperti kata Tendo, “Cukup bagiku jika Anda bisa menikmati apa yg kutuangkan disini dan menafsirkannya sekehendak Anda.”

Empat Dara

No: 041
Judul Asli: Little Woman
Penulis: LouisE May Alcott
Penerjemah: Ny. Suwarni A.S.
Desain Sampul: Srianto
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tgl Terbit: Cet. 1, 1981
Ukuran:  137 hlm; 20 cm
Tgl beli: Juni 2012 di Radja Komik Bekas
ISBN: GM. 81.029
Rating:  5/5

Boleh pinjam jempolnya nggak?
Buat apa?
Buat ngerate buku ini
Kenapa nggak pake jempol sendiri?
Nggak cukupppp jempolku cuma empat sedang buku ini butuh lima jempol 😀

Buku ini bercerita tentang empat orang gadis yg masih bersaudara yaitu Meg 16 tahun, Jo 15 tahun, Beth 13 tahun, dan Amy 12 tahun dengan karakter yg sangat berbeda. Mereka tinggal bersama ibu mereka Bu March, sedangkan ayahnya pergi berperang. Sebagai saudara mereka saling mencintai sekaligus membenci satu sama lain. Mereka berjuang meraih mimpi di tengah hidup mereka yg susah.

Membaca buku ini seperti oase di padang pasir, atau minum segelas air dingin saat cuaca panas. Otak yg kadung jenuh dengan cerita cinta ala Twilight atau harapan yg memudar dalam dunia distopia seperti mendapat penyegaran saat membaca buku ini. Mungkin buat sebagian orang cerita ini terasa old fashion tapi justru disinilah letak kekuatannya. Tidak perlu pertumpahan darah atau makhluk yg tak bisa mati,  kesederhanaan dan keceriaan gadis-gadis March sudah lebih dari cukup.

Lantas dimana bagusnya? Hah… garuk-garuk kepala dulu, mikir… Mungkin karena banyak pesan moral yg bisa diambil dari buku ini, misalnya saja keinginan untuk membantu orang lain meskipun hidup kita sendiri tidak berlebih, menjaga tali persaudaraan dan tetap menjadi diri sendiri. Dan sebagai orang tua saya juga banyak belajar dari Bu March, bagaimana caranya menjadi orang tua yg bijaksana, bagaimana caranya mencintai sekaligus mendidik anak-anaknya. Eh… apa lagi ya?

Kekurangannya, alur dalam buku ini terasa meloncat-loncat. Selidik punya selidik, buku ini adalah versi ringkas dari buku Little Woman. Banyak detil cerita yg hilang, sayang sekali :(. Dan kalau saya tidak salah (berhubung saya belum membaca versi aslinya) ending cerita buku ini mengambil cerita dari buku kedua “Good Wives.”

Saya menanti kesempatan untuk membaca buku ini versi Serambi, karena jumlah halamannya lebih tebal harapan saya buku ini diterjemahkan secara lengkap dari versi aslinya :D.

    

Anda juga bisa membaca kedua buku ini dalam bahasa Inggris secara online disini: http://www.bibliomania.com atau kalau lebih suka membaca ebook, bisa mengunduh dari: http://www.gutenberg.org/ebooks/514 buku ini termasuk cerita klasik yg sudah free share.

Jadi penasaran kalau buku free copyright gitu, penerbit yg mau terjemahin tetep bayar royalti ga yah? Kalau iya bayarnya ke siapa ya?

Note:
– Buku ini termasuk dalam “1001 Books You Must Read Before you Die”


“Hari Natal tidak ada artinya, tanpa hadiah-hadiah.” – p.3

“Sayang, janganlah biarkan matahari terbenam membawa kemarahanmu. Kita harus saling memaafkan, saling membantu, dan memulai hari baru esoknya.” – p.30

“Tentu aku ingin agar kalian baik dan cantik; dan aku ingin kalian berumah tangga dan berbahagia, karena yang terbaik bagi seorang gadis adalah kawin atas kehendak sendiri dan berbahagia.” – p.42

“Aku masih memilikmu dengan selamat, Anakku, dan aku akan tetap memilikimu sekarang.” – p.88

“Aku tak punya kekayaan apa-apa, dan aku tidak lagi remaja. Aku tak punya apa-apa kecuali cintaku yang dapat kuberikan kepadamu.” – p.137