Aib

No: 062
Judul: Aib
Judul Asli: Disgrace
Penulis: J.M. Coetzee
Penerjemah: Indah Lestari
Penerbit: Jalasutra
Genre: Fiksi
Tahun Terbit: 2005
Tebal: 317 hlm
ISBN:
Rating: 4/5

Cinta bukan sekedar perasaan, tapi sebuah komitmen. Perasaan bisa datang dan pergi begitu saja. Cinta tak harus berakhir bahagia, karena cinta tidak harus berakhir.

[SPOILER ALERT] Mungkin itulah yg dirasakan Prof. Laurie, perasaan cinta. Tapi manakala perasaan cinta yg timbul karena menurutkan hawa nafsu lantas dibenturkan dengan norma-norma sosial yg ada, kira-kira apa yg bakaln timbul?

Prof. Laurie adalah seorang dosen berkulit putih di salah satu universitas ternama di Afrika Selatan. Di usianya yg telah senja, kehidupan sexual sang Profesor masih berjalan dengan aktif. Secara rutin, setiap 1 minggu sekali Prof. Laurie bertemu dengan Soraya untuk melampiaskan nafsu sexualnya. Hubungan mereka tidak berlandaskan cinta hanya karena sama-sama membutuhkan. Soraya sendiri adalah seorang pelcur kelas atas yg sangat misterius, ia menyembunyikan rapat-rapat latar belakang kehidupannya.

Hingga pada suatu hari Prof. Laurie tidak sengaja melihat Soraya tengah berjalan-jalan dengan kedua anaknya. Karena penasaran Prof. Laurie membuntuti Soraya hingga ke rumahnya. Dan lebih gilanya lagi ia nekat bertandang ke rumahnya. Merasa kehidupan pribadinya terusik, Soraya memutuskan hubungan dengan Prof. Laurie.

Setelah hubungan dengan Soraya berakhir Prof. Laurie mendekati mahasiswinya, Melanie Isaacs. Pertama kali mereka melakukan hubungan sexual, Prof. Laurie sangat menyadari keengganan yg dirasakan Melanie. Tapi hal ini tidak lantas membuat Laurie menghentikan tindakannya. Toh ia tidak memaksa dan Melanie sendiri tidak menolak dengan tegas, begitu dalihnya.

Seiring dengan berjalannya waktu dan rutinitas pertemuan mereka, Prof. Laurie mulai merasakan cinta yg terhadap Melanie. Namun setelah beberapa kali pertemuan Melanie menghilang begitu saja.

Melanie melaporkan Prof. Laurie dengan tuduhan pemerkosaan. Pihak universitas meminta Prof. Laurie mengakui perbuatannya dan meminta maaf. Ia (meskipun dengan berat hati) mengakui perbuatannya tetapi (dengan keras kepala) menolak meminta maaf. Karena menurutnya, apa yg ia lakukan bukanlah perbuatan dosa. Bukankah tidak ada yg salah jika keduanya sama-sama mencintai? Akhirnya Prof. Laurie dipecat dari universitas dengan tidak hormat.

Akibatnya kehidupan Prof. Laurie berubah drastis. Dari seorang pria terhormat menjadi masyarakat kelas bawah. Reputasinya sudah tercela. Prof. Laurie kemudian memutuskan untuk pindah dan tinggal bersama Lucy, putrinya, di pedalaman sampai situasinya mereda. Lucy bekerja sebagai seorang petani, ia memiliki sebidang tanah yg ditanami bunga dan kentang. Namun disana ia malah dipaksa menghadapi kenyataan yg tragis. Mereka dirampok dirampok oleh 3 orang kulit hitam, dan salah satunya memperkosa putrinya hingga hamil. Sementara Laurie tidak bisa melakukan apapun untuk membela kehormatan putrinya.

Peristiwa yg menimpanya secara beruntun itu lebih dari sekadar coreng memalukan bagi dirinya, melainkan sebuah aib. Bisakah seseorang yg telah kehilangan reputasinya, tidak memilik harta benda, seorang yg dituduh sebagai pemerkosa dan tinggal di negara yg bukan mayoritasnya bisa menuntut sebuah keadilan bagi putrinya?

♥♥♥

Sepanjang membaca buku ini saya merasakan perasaan yg bercampur-campur antara sedih, iba, geram sekaligus kesal. Meskipun cara hidup Prof. Laurie tidak sejalan dengan gaya hidup saya, saya sangat mengerti akan perasaan ataupun hasrat yg dimiliki Prof. Laurie. Hanya saja saya tak habis pikir kenapa seorang profesor seperti Laurie tidak berpikir panjang terlebih dahulu sebelum bertindak.

Buku setebal 317 halaman ini termasuk buku yg sulit ditaklukkan. Butuh tekad yg kuat dan kesabaran ekstra untuk membacanya. Kalau bukan buku 1001 sudah saya lempar jauh-jauh ke sudut kamar. Nuansanya sangat kelam dan suram. Tapi harus saya akui kalau plotnya sangat kuat dan bagus, membuat saya terus bertahan untuk menyelesaikan buku ini.

Saya suka dengan buku ini karena dari segi ketebalan dan ukuran sangat pas digenggam, tapi kualitas cetaknya sedikit dibawah rata-rata. Pemilihan font yg kecil dengan spasi rapat juga agak menyulitkan, meleng dikit lewat deh. Terjemahannya juga kurang luwes, terkadang saya harus berulang kali membaca untuk bisa memahami pesan yg disampaikan atau jangan-jangan ini masalah kapasitas otak ya?

Meskipun demikian saya tetap memberikan 4 bintang untuk buku. Banyak pelajaran berharga saya dapatkan dari buku ini tentang mensikapi sebuah Aib. Apakah kita harus menutupinya, menyangkal atau menerimanya. Saya juga semakin sadar bahwa hidup itu terkadang bisa sangat kejam dan tidak adil, tapi itu tergantung pada bagaimana kita berdamai dengannya. Wajarlah kalau melalui karya ini sang penulis berhasil mendapatkan penghargaan Booker Prize.

Buku ini juga semakin meyakinkan saya kalau buku 1001 itu buku yg nggak gampang dicerna.

♥♥♥

J.M. Coetzee adalah seorang penulis dan kritikus sastra yg lahir di Cape Town, Afrika Selatan. Ia dikenal lewat karya-karyanya yg banyak berbicara tentang politik apartheid di Afrika Selatan. J.M. Coetzee adalah penulis pertama yg dianugerahi Booker Prize sebanyak dua kali. Pada tahun 1983 ia memenangkannya melalui buku Life & Times of Michael K dan kemudian lewat buku Disgrace pada tahun 1999. Novelnya Waiting for the Barbarians dianugerahi penghargaan the James Tait Black Memorial Prize pada tahun 1980 dan The Master of Petersburg mendapat penghargaan the Irish Times International Fiction Prize pada 1995. Pada tahun 2003 ia berhasil memenangkan Hadiah Nobel untuk katagori Sastra.

Sejak tahun 2002 Coetzee pindah dan menjadi warga negara Australia. Alasan sesungguhnya dibalik kepindahannya masih belum bisa dipastikan dan Coetzee sendiri menolak membicarakan hal tersebut. Tapi hampir bisa dipastikan karena tekanan keras yg diterimanya dari pemerintah setempat terlebih lagi setelah karyanya yg mengambil masa pasca politik apartheid, Disgrace diterbitkan dan berhasil mendapat penghargaan. Konggres Nasional Afrika bahkan menuding Disgrace adalah sebuah pandangan yg sangat kejam dari warga kulit putih pada pasca politik apartheid.

Tempat & Tanggal Lahir: Cape Town, 9 Februari 1940
Pendidikan: University of Texas at Austin, University of Cape Town
Penghargaan: Man Booker Prize, Jerusalem Prize, Nobel Prize in Literature, Lannan Literary Award for Fiction
Nominasi: Man Booker Prize, International IMPAC Dublin Literary Award, Neustadt International Prize for Literature, Philip K. Dick Award, National Book Critics Circle Award for Fiction

Karya Fiksinya:

  • Dusklands (1974)
  • In the Heart of the Country (1977)
  • Waiting for the Barbarians (1980) – Jeritan Hati Nurani, Dilema Kehidupan Sang Hakim oleh Penerbit Obor
  • Life & Times of Michael K (1983) – Kisah Hidup Michael K. oleh Penerbit Jalasutra
  • Foe (1986)
  • Age of Iron (1990)
  • The Master of Petersburg (1994)
  • The Lives of Animals (1999)
  • Disgrace (1999) – Aib oleh Penerbit Jalasutra
  • Elizabeth Costello (2003)
  • Slow Man (2005)
  • Diary of a Bad Year (2007)
  • The Childhood of Jesus (2013)

Sumber: Wikipedia

Note:
Review ini ditulis dalam rangka Posting Bareng BBI – Bulan Oktober dengan tema “Noble Prize Winner”

26 thoughts on “Aib

  1. helvry says:

    Jalasutra memang suka menerbitkan novel-novel dari penulis yang dapat award literatur. Tapi mungkin perlu juga didampingi dengan teks dalam bahasa lain, Inggris misalnya.
    Aku yakin cerita ini adalah cerita nyata, cuman itu siapa dan dengan siapa, barangkali harus menelusuri lebih dalam

    makasih sharingnya mbak

  2. ana says:

    Tau ngga mba, dari liat nama pengarangnya aja kayaknya udah “beban” hahaha. Salut buat mba dewi yang berhasil menyelesaikan bacaan ini.. tapi aku gemes deh sama Laurie, dia kan profesor gitu loh.. kok ya bisa-bisanyaaaa -_-

  3. asdewi says:

    awallnya tertarik sama buku ini. Begitu baca penerjemahnya jalasutra, langsung mundur teratur. Kapok sama terbitan terjemahan jalasutra.

  4. asdewi says:

    Baca reviewnya aku penasaran sama endingnya prof. Laurie. Tapi waktu tau ini terjemahan jalasutra, langsung mundur teratur. Trauma sama terjemahan2nya tuh penerbit :)).
    Ntar coba cari versi englishnya deh. Thanks buat review menariknya yaa

  5. astridfelicialim says:

    ini kayaknya menarik banget ya ceritanya…penasaran sama akhirnya, gimana nasib prof laurie…belum pernah baca terbitan jalasutra nih…

  6. Fanda says:

    Jadi Coetzee menyentil tentang aparhteid-nya di scene pemerkosaan putrinya Laurie ya?
    Mungkin harus baca bahasa aslinya ya, terjemahan kadang kalau bukan penerbit besar, diragukan kualitasnya.

    Aku baru tahu bahwa Coetzee itu aslinya dari Afrika… thanks for the mini bio! 🙂

    • dewiyani says:

      Wow blog aku dikunjungi mbak Fanda 😀

      Iya mbak, jadi seperti berbalik. Orang kulit putih yg dulunya sewenang-wenang, pasca aparhteid jd nggak berdaya bahkan harus menerima perlindungan dr warga kulit hitam.

Leave a reply to dewiyani Cancel reply